yuhaaaaaaaaaaaa....

mari..mari...mari..kawan
mari berpesta.....

Rabu, 27 April 2011

YANG TERLUPAKAN “PART I” (MOTOR KAYU)


Motor kayu Dengan Muatannya Menuju Ternate
Masyarakat Maluku Utara memiliki model angkutan transportasi baik darat, laut dan udara yang beragam jenisnya. Mulai dari pesawat komersil yang ada di Bandara Sultan Babbullah, terminal angkutan kota yang ada di setiap kabupaten dan kota sampai ke dermaga dan pelabuhan yang terhempar disepanjang bibir pantai disetiap wilayah Maluku Utara. Setiap model angkutan transportasi yang ada di Maluku Utara telah mengalami perubahan yang dramatis kearah moderen. Dulunya hanya ada “oto keri” (mobil carry) yang melayani angkutan penumpang didarat, sekarang sudah ada taxi dan mobil pangkalan dengan berbagai model yang lebih modern dengan fasilitas AC yang membuat penumpang lebih merasa nyaman jika menggunakan angkutan tersebut.
Sedangkan model angkutan di laut, dulunya orang hanya menggunakan perahu sampan dan motor kayu untuk menyeberang dari pulau ke pulau, sekarang  sudah ada model angkutan yang lebih moderen dengan fasilitas dan keefisiensi waktu yang lebih baik yaitu speedboad dan feri. Masyarakat Maluku Utara sekarang lebih memilih menggunakan model angkutan laut yang lebih modern dengan kenyamanan dan keefisiensi waktu yang lebih baik untuk melakukan penyeberangan dari pulau ke pulau sehingga model angkutan laut yang kuno tidak lagi digunakan. Model yang kuno ditinggalkan karena kalah jauh dalam memberikan pelayanan yang efisien dan nyaman. Padahal, model angkutan yang kuno ini salah satunya masih beroperasi di dermaga penyeberangan setiap pulau-pulau yang ada di Maluku Utara yaitu model angkutan “Motor Kayu”.
Motor kayu adalah model angkutan laut berupa perahu ukuran besar yang berbahan kayu. Masyarakat menyebutnya motor kayu karena perahu tersebut terbuat dari kayu yang memakai mesin (motor) sebagai penggerak. Motor kayu dulunya menjadi satu-satunya transportasi laut yang dipakai dikawasan Maluku Utara. Model transportasi laut yang berdaya muat sekitar 25 orang dan 10 motor ini sempat Berjaya sebelum masuknya speedboad sekitar pertengahan tahun 90an. Pada masa jayanya semua orang yang menyeberang lautan selalu menggunakan transportasi ini. Bukan hanya orang saja, lalulintas barang hanya mengandalkan motor kayu sebagai alat pendistribusian barang-barang tersebut.
Seiring mulai masuknya angkutan laut speedboad di Maluku Utara orang-orang mulai perlahan mulai meninggalkan  motor kayu, mungkin karena keefisien waktu yang didapat dari menggunakan jasa speedboad yang membuat orang-orang mulai beralih kepada speedboad. Keefisien waktu memang nyata lebih diunggulkan speedboad, bayangkan saja perjalanan Tidore ke Ternate hanya memakan waktu hanya 8- 10 menit sedangkan dengan motor kayu hamper 30 menit perjalanan. Perbedaan body dan mesin yang digunakan membuat speedboad lebih kencang jalannya dari pada motor kayu.
Animo masyarakat untuk menggunakan motor kayu kian menurun setelah kemunculan model transportasi baru yang lebih effisien lagi yaitu kapal penumpang Feri. Para pengguna jasa motor kayu yang biasa menyeberangkan sepeda motornya dari tidore ke ternate atau sebaliknya lebih memilih feri untuk penyeberangan. Body feri yang besar dan juga memiliki jadwal penyeberangan yang jelas merupakan salah satu faktor yang membuat orang-orang lebih memilih feri ketimbang motor kayu. Serta kelengkapan asuransi kecelakaan yang dimiliki feri menjadi sebuah senjata ampuh untuk menarik pengguna jasa penyeberangan menggunakan sepeda motor untuk meninggalkan motor kayu yang tanpa kelengkapan asuransi tersebut.
Bongkar Muat Motor Kayu Di Pelabuhan Bastiong
Kini motor kayu telah mulai tersingkirkan dari kompetisi penyedia jasa penyeberangan. Orang lebih banyak memilih speedboad untuk menyeberang dan jika membawa kendaraan mereka lebih memilih menggunakan jasa feri. Pelabuhan Rum dan Bastiong yang dulunya ramai dengan motor kayu sekarang tinggal beberapa unit saja. Jasa motor kayu saat ini hanya digunakan oleh pengendara sepeda motor yang terlambat jadwal keberangkatan feri atau pengendara sepeda motor yang ingin menyeberang diluar jadwal keberangkatan feri. hal tersebut terbukti, motor kayu yang terparkir didermaga rum biasanya ramai penumpang antara pukul 8 pagi sampai pukul 1 siang (karena terlambat feri jam 7.30 pagi) serta pukul 5 sampai pukul 6 sore(karena terlambat feri sore jam 4). Jadi intinya para penyedia jasa motor kayu hanya menggantungkan harapan pada para pengguna sepeda motor yang terlambat jadwal feri atau pengendara sepeda motor yang menyeberang diluar jadwal feri. Sedangkan para pengguna jasa penyeberangan tanpa kendaraan lebih memilih menggunakan speedboad karena keefisien waktu yang cepat sampai dan tidak terlalu menunggu lama di pelabuhan karena biasanya motor kayu memuat penumpang rata-rata hampir 1 jam karena menunggu hingga sepeda motor sesuai dengan kapasitas muat motor kayu yaitu 10 unit sepeda motor.
            Sungguh sangat disayangkan dengan keadaan motor kayu saat ini. Jika keadaan ini terus menerus seperti ini, bisa-bisa motor kayu akan punah. Bukti yang nyata bahkan mungkin banyak orang tidak menyadarinya, saat jadwal keberangkatan feri ditambah yaitu pukul 7 malam dari Ternate dan pukul 8 malam dari tidore, motor kayu yang biasanya pada pukul 6 pasti selalu penuh dengan antrian pengguna sepeda motor yang berebut ingin naik ke motor kayu tapi dengan adanya penambahan jadwal feri di malam hari membuat pengguna motor kayu pada jam 6 menurun, mereka lebih memilih menunggu feri yang tiba pukul 7.30 di rum artinya hanya perlu menunggu paling lama 1 jam dari pada berebut naik motor kayu apalagi jam-jam segitu biasanya laut sudah mulai tampak kurang bersahabat atau sedikit berombak.
            Penurunan pengguna jasa motor kayu sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup armada motor kayu. Berkurangnya pengguna berarti berkurangnya penghasilan, ini berakibat sangat fatal dan bisa-bisa para “juragan” motor kayu akan gulung tikar. Pendapatan sangat berpengaruh pada “juragan-juragan” motor kayu tersebut karena disamping sebagai penghasilan pribadi pendapatan tersebut digunakan untuk perawatan motor kayu tersebut serta biaya operasinya setiap hari mulai dari bensin hingga ke pembayaran pegelola motor kayu dan pembayaran ijin berlabuhnya. Jika hal tersebut dibiarkan maka kedepannya lagi motor kayu akan punah karena tidak bisa membiayai semua kebutuhannya karena kalah bersaing dari feri dan speedboad. Padahal motor kayu ini menjadi salah satu bukti sejarah transportasi laut di Maluku Utara, motor kayu adalah sebuah trobosan moderen dunia transportasi masa lampau. Kemunculan motor kayu waktu itu menjadi sebuah teknologi angkutan laut yang sangat membantu masyarakat. Orang tidak perlu lagi menggunakan perahu sampan yang membuat pegal dan capel karena harus “panggayong” (mendayung). Lestarikanlah bukti sejarah ini biar anak cucu kita nanti tidak Cuma tahu kalo yang mengapung itu hanya “BESI” dan “FIBER” tetapi  “KAYU” juga bisa mengapung.(end)